Senin, 16 Desember 2013

Pengalaman Pribadi Ditinjau dari Pendekatan Teori Skinner

          
Skinner (Gredler, 2011, h. 118)  secara spesifik mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku. “Belajar bukan melakukan – belajar adalah mengubah apa yang kita lakukan” (Skinner, 1898a, h. 15). Pada proses belajar menurut Skinner, terdapat 2 istilah yang sering kita jumpai yaitu reinforcement (penguatan) dan punishment (hukuman). Skinner secara khusus mendefinisikan reinforcement adalah setiap konsekuensi behavioral yang memperkuat perilaku (Gredler, 2011, h. 120). Salah satu kategorisasi reinforcement pada teori Skinner didasarkan pada cara stimuli memperkuat perilaku, yaitu reinforcement positif dan negatif (Gredler, 2011, h. 130). Sedangkan Skinner (Gredler, 2011, h. 131) mendefinisikan punishment ke dalam contoh umum misalnya pemerintah menggunakan hukuman seperti denda atau penjara, agama menetapkan hukuman pertobatan atau kemungkinan pengusiran, dan individu melaksanakan kontrol melalui sensor, penolakan, atau pelarangan (Skinner, 1953, h. 182). Nilai dari tindakan ini adalah mereduksi frekuensi perilaku tertentu.
            
Ketika saya masih duduk di bangku SMA (lagi-lagi contohnya waktu SMA), pemberian reinforcement dan punishment merupakan hal yang sangat sering saya jumpai. Reinforcement positif bukanlah hal yang sulit untuk saya temui saat SMA dulu. Di sekolah saya ketika kelas 1, setiap hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat, pada pukul 17.00 hingga 18.15 merupakan jadwal rutin pengayaan sore. Pada kelas pengayaan ini, seluruh siswa akan dibagi menjadi 3 kelas yang dikelompokkan berdasarkan kemampuan. Kelas tersebut yaitu kelas A untuk yang sangat pintar, kelas B untuk yang cukup pintar, dan kelas C untuk yang masih kurang mampu mengikuti mata pelajaran tersebut. Kesempatan untuk masuk ke kelas A bagi siswa yang sangat baik dalam mengikuti dan memahami mata pelajaran yang sesuai dengan jadwal yang diberlakukan pihak sekolah merupakan reinforcement positif yang diberikan sekolah bagi siswa yang telah belajar dengan tekun sehingga dia tidak perlu mendapatkan bimbingan khusus seperti kelas C untuk mampu mengejar ketertinggalan pemahaman dalam mata pelajaran saat di kelas reguler. Masuk ke kelas A merupakan penguatan perilaku yang diberikan pihak sekolah agar para siswa semakin tekun dalam belajar.
            
Di samping itu, di sekolah saya, setiap siswa kelas 1 dan kelas 2 juga diwajibkan oleh seksi Bahasa OSIS untuk speech dalam bahasa selain bahasa Indonesia ketika selesai ashar ataupun shubuh. Apabila speech yang dilakukan dinilai tidak memuaskan oleh anggota seksi Bahasa, maka orang tersebut akan diwajibkan untuk mengulang kembali di waktu berikutnya hingga dia dapat melaksanakan kewajibannya dengan hasil yang memuaskan. Kewajiban untuk mengulang kembali speech tersebut apabila dianggap kurang memuaskan merupakan reinforcement negatif yang diberikan guna memperkuat perilaku speech dengan hasil yang baik agar tidak perlu melakukan pengulangan di waktu berikutnya.
            
Di samping itu, peraturan sekolah juga melarang siswanya membawa handphone berkamera ke sekolah maupun asrama. Saat itu, saya pernah melanggar peraturan tersebut dan ternyata diketahui oleh guru piket. Sehingga saya mendapatkan hukuman berupa penyitaan handphone oleh guru dan memerlukan orang tua untuk mengambil handphone itu kembali. Pemberian hukuman ini membuat perilaku saya dalam melanggar peraturan yang diberlakukan oleh pihak sekolah.

Referensi :
Gtedler, Margaret.E., 2011., Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar