Senin, 30 September 2013

TEORI KOGNITIF-SOSIAL SERTA PENGALAMAN TERKAIT

TEORI KOGNITIF-SOSIAL ALBERT BANDURA

Akhirnya sampai juga ke materi yang satu ini. Orang-orang yang berkecimpung (?) di dunia Psikologi pasti sangat familiar dengan nama Albert Bandura. Beliau merupakan salah satu dari sekian banyak tokoh Psikologi. Dan teori beliau mengenai kognitif sosial (social learning) juga sangat mendunia. Salah satu teori yang dari semester awal sampai semester akhir perkuliahan, bahkan di keseharian kitapun sangat dekat dengan teori ini. Jadi pastinya sangat banyak hal-hal di kehidupan kita yang sesuai dengan teori milik Bandura ini.

Teori kognitif-sosial dari Albert Bandura berusaha menjelaskan belajar dalam latar naturalistik. Lingkungan sosial memberi banyak kesempatan bagi individu untuk mendapatkan keterampilan dan kemampuan yang kompleks melalui observasi perilaku model dan konsekuensi behavioral. Asumsi dasar teori ini berkaitan dengan hakikat belajar dan hasil belajar.

Berikut ini beberapa asumsi teori belajar kognitif-sosial:
1.      Pemelajar dapat :
a.       Mengabstaksi informasi dari pengamatan terhadap orang lain
b.      Membuat keputusan tentang perilaku yang akan dijalankan
2.      Tiga cara relasi yang saling terkaitt antara perilaku/ behavior (B), lingkungan/ environment (E), dan kejadian personal internal/ person (P) akan menjelaskan belajar.
3.      Belajar adalah akuisisi representasi simbolik dalam bentuk kode verbal atau visual.

Dalam latar naturalistik, individu mempelajari perilaku baru melalui observasi atau model serta akibat dari tindakannya. Komponen belajar yaitu :
a.       Model behavioral
b.      Konsekuensi dari perilaku
c.       Proses internal pemelajar
d.      Keyakinan akan ketangguhan diri si pemelajar

Pada kesempatan kali ini saya akan berfokus pada model behavioral. Modelling merupakan salah satu dari beberapa istilah yang familiar dari teori ini. Proses belajar secara modelling sangat erat kaitannya dengan pembelajaran kita dikehidupan sehari-hari baik sadar maupun tanpa disadari, teori ini memberikan pengaruh dalam perilaku kita.

Berikut ini pengalaman pribadi saya yang berkaitan dengan teori Bandura yaitu modelling :

Kebetulan saat SMA dulu saya bersekolah di boarding school dimana sistem yang dipakai berupa semi pesantren dan semi militer. Saya yang awalnya berasal dari salah satu SMP di Medan harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang saya anggap cukup berbeda jauh dari apa yang biasa saya lakukan. Di SMA, kami dituntut untuk berpakaian tertutup dan sopan. Dalam pemikiran saya saat itu, memakai baju tangan panjang dan tidak ketat sepanjang paha, celana panjang jenis jeans yang tidak terlalu ketat, dan jilbab yang biasa disebut jilbab paris, merupakan pakaian yang dikategorikan sebagai pakaian tertutup dan sopan. Betapa terkejutnya saya ketika mendapat teguran dari salah seorang guru yang melihat pakaian saya tersebut dan mengatakan bahwa saya harus mengganti sesuai dengan yang diminta oleh sekolah. Saya bingung dengan maksud dari peraturan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu dan melihat cara berpakaian beberapa orang siswa lainnya, saya akhirnya mulai memahami maksud dari berpakaian tertutup dan sopan. Karena ternyata yang dimaksudkan adalah berpakaian yang tidak ketat dan panjang, menggunakan celana kain goyang atau rok, dan memakai jilbab tebal atau berlapis sehingga tidak tembus pandang.

Dari potongan pengalaman di atas dapat dikatakan bahwa saya mengalami proses belajar yaitu modelling dimana secara definisi fungsional, modelling terdiri dari serangkaian stimulus yang terorganisasi yang dapat diserap pengamat dan pengamat dapat menjalankannya berdasarkan pokok informasi. Ada dua macam model utama yaitu model nyata (keluarga, teman, rekan kerja, maupun individu lain yang berhubungan langsung dengan pengamat) serta model simbolik (televisi, film, maupun situasi yang merupakan gambaran representasi perilaku dan tidak berhubungan secara langsung dengan pengamat).

Pengalaman di atas berasal dari model nyata yaitu teman-teman seasrama yang setiap hari berhubungan langsung dengan saya yaitu bersama-sama belajar di kelas yang sama, berada di asrama yang sama, maupun menghabiskan waktu selama 6 hari dalam seminggu bersama-sama hidup di sekolah. Interaksi langsung dengan mereka membuat saya pada akhirnya me-modelling perilaku berpakaian mereka untuk membuat saya memahami bagaimana cara berpakaian yang baik sesuai dengan peraturan. Dengan adanya model perilaku dari mereka, saya belajar untuk berperilaku yang sesuai dengan mereka sehingga saya tidak salah dalam berpakaian dan tidak mendapat teguran lagi dari guru.

Hal ini sesuai dengan fungsi dari modelling, yaitu :
1.      Berfungsi sebagai petunjuk untuk meniru perilaku orang lain.
2.      Memperkuat atau memperlemah sikap menahan diri untuk melakukan tindakan tertentu
3.      Menunjukkan pola perilaku baru

Dalam mengetahui bagaimana cara berpakaian yang sesuai dengan peraturan yang diberlakukan sekolah, saya meniru bagaimana teman-teman saya yang tidak mendapatkan teguran dalam berpakaian, sehingga dengan meniru mereka, saya mengetahui bagaimana cara berpakaian yang sesuai dengan yang diharapkan sekolah. Setelah saya meniru dan berpakaian yang benar, feedback dari guru (jika masih salah maka mendapat teguran, jika benar maka tidak mendapat teguran lagi) dapat memperkuat atau memperlemah perilaku berpakaian saya. Dan akhirnya ketika cara berpakaian saya telah benar (ditandai dengan tidak ditegur lagi), maka saya akan melakukan pola perilaku yang baru berupa cara berpakaian yang tidak menyalahi aturan lagi.

Pengalaman di atas membuktikan bahwa sesungguhnya perilaku yang kita alami sehari-hari sangatlah berkaitan dengan teori kognitif-sosial. Bahkan sebenarnya masih banyak lagi kejadian-kejadian yang juga sesuai dengan teori ini karena teori Bandura berfokus pada latar naturalistik yang terjadi di sekitar kita yaitu lingkungan sosial.

Referensi : Gtedler, Margaret E. (2011). Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Senin, 23 September 2013

ANALISIS LEBIH TAJAM MENGENAI KULIAH ONLINE

ANALISIS KULIAH ONLINE DITINJAU DARI PSIKOLOGI GESTALT

Sudah sangat lama rasanya dari terakhir kali saya melaksanakan kuliah online dulu -_- dan kesempatan melaksanakan kuliah ini kembali terbuka lebar. Tepatnya hari Kamis tanggal 19 September 2013 lalu sekitar pukul 16.00 saya beserta rekan-rekan mata kuliah Psikologi Belajar melaksanakan kuliah ini. Mungkin yang terlintas pertama kali di pikiran kita ketika mendengar “kuliah online” bisa saja seperti pertanyaan “apa bisa kalau belajar ga bertatapan muka gitu?”, “apa mungkin bisa konsentrasi kalau belajarnya aja via internet?”, atau bahkan “wah, pasti belajarnya bisa sekalian nyantai”. Well, memang banyak pendapat dari tiap individu jika ditanya mengenai kuliah online. Ada yang pro dan tentu ada juga yang kontra. Itu wajar kok :D

Nah, bagaimana dengan pendapat saya? Jujur, saya suka sekali dengan metode ini. Memang pada dasarnya terkesan seperti bukan dalam setting belajar seperti yang biasa dilakukan di kampus. Tapi kalau kita mau lebih memahami dan memikirkan secara lebih dalam, justru metode ini memberikan banyak pelajaran dan proses belajar yang mungkin tidak kita dapat di perkuliahan konvensional.

Oke, kembali ke pembahasan awal, KULIAH ONLINE. Jadi, hari itu kami menjalankan perkuliahan melalui forum diskusi dari perangkat GMail. Kami semua bergabung di sebuah grup yang telah dibentuk oleh komting. Ketika mahasiswa yang tergabung dalam grup itu dirasa sudah cukup banyak, mulailah kami mengabsen dengan mengetik nama dan nim. Kemudian perkuliahanpun dimulai. Secara umum kuliah ini berjalan sukses dengan halangan yang tidak terlalu berarti. Tapi dibalik itu semua saya yakin banyak teman-teman yang memiliki perjuangan yang berbeda-beda dari saya. Apalagi kota ini kan sedang dilanda kontroversi listrik dan kudeta PLN yang membuat hati cenat-cenut dan terjadilah cemasisasi kalau tiba-tiba listrik padam dan sebagainya (korbannya Vicky -_-)

Membahas mengenai proses perkuliahan dan proses pembelajarannya, sebenarnya tanpa ataupun secara sadar, kita tidak pernah lepas dari yang namanya proses belajar. Jika lebih spesifik saya bahas berdasarkan teori, bisa saja dalam satu buah rangkaian kejadian, hal tersebut sudah termasuk ke dalam proses belajar. Bagaimana jika bahasan ini kita uraikan berdasarkan teori Gestalt? Lalu apa yang ada di dalam Psikologi Gestalt ini? Dalam teori Gestalt, perilaku yang harus dipelajari adalah perilaku “molar” bukan perilaku “molecular”. Jadi sesungguhnya yang ditinjau dari perspektif teori ini adalah perilaku secara keseluruhan, bukan spesifik dan mendetail. Teori ini juga berfokus terhadap persepsi seseorang. Mudahnya bisa dikatakan bahwa persepsi seseorang dapat dipengaruhi oleh stimuli keseluruhan yang ada dan bisa menciptakan suatu proses belajar.

Saya ingat ketika kuliah online berlangsung, walaupun semua setuju bahwa metode yang dilakukan dapat dikatakan sebagai kuliah online, tapi bisa saja tiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap kuliah tersebut. Ada yang hanya sekedar kuliah online, ada yang sambil belajar untuk lebih memahami bagaimana cara mengoptimalkan fungsi email, dan sebagainya. Jadi meskipun semua mengetahui bahwa metode tersebut adalah kuliah online, namun bagaimana seseorang mempersepsikan perkuliahan itu bisa berbeda-beda.

Berbicara mengenai persepsi, tidak bisa terlepas dari stimulus dan juga respon. 1 stimulus yang diberikan bisa saja menghasilkan banyak respon yang bervariasi. Ketika kuliah online kemarin dosen pengampu yaitu Ibu Dina memberikan sebuah stimulus berupa kesempatan bagi setiap mahasiswa untuk memberikan pendapatnya mengenai proses belajar di kuliah online berdasarkan teori belajar, maka tiap orang akan memberikan pendapatnya masing-masing dan tiap orang berpendapat berbeda-beda. Mengapa demikian? Hal tersebut terjadi karena persepsi tiap orang berbeda-beda dalam memaknai kuliah tersebut, dan dari segi mana orang tersebut mempersepsikan kuliah online dan proses belajarnya.

Dan cara untuk menyamakan persepsi yang berbeda-beda tersebut adalah dengan memberikan stimulus yang berulang. Ketika kuliah online kemarin ada beberapa mahasiswa yang memberikan respon yaitu pendapat yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dosen, maka dosen memberikan feedback untuk membaca kembali posting yang diberikan dosen. Setelah itu barulah persepsi dari masing-masing orang terhadap stimulus yaitu posting-an dosen dapat dilihat dari sudut pandang yang sama.

Beberapa contoh di atas pada dasarkan sesuai dengan asumsi dasar dari teori Gestalt itu sendiri. Asumsi pertama yaitu perilaku yang harusnya kita pelajari adalah yang “molar” bukan “molecular”. Kita tidak berfokus dari satu persatu kegiatan yang ada di dalam kuliah online secara spesifik. Tapi kita melihat bagaimana dinamika dari perkuliahan online yang didalamnya terdiri dari kegiatan pengabsenan, menyampaikan pendapat, pemberian feedback dari dosen, dan penutupan dari dosen yang mengakhiri perkuliahan di forum tersebut.

Asumsi kedua dan ketiga yang menyatakan bahwa individu memahami aspek dari lingkungan sebagai organisasi stimuli dan merespon berdasarkan persepsi yang kita tangkap. Pertanyaan yang diutarakan dosen seperti meminta mahasiswa mengutarakan pendapatnya merupakan stimulus yang dipersepsikan bervariasi oleh tiap individu. Pendapat mahasiswa yang beragam serta feedback dari dosen merupakan respon yang tercipta dari persepsi masing-masing individu.

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa proses belajar berdasarkan teori Gestalt berfokus pada respon yang dihasilkan dari persepsi kita akan stimulus yang ada dan dipandang secara keseluruhannya. Dan proses perkuliahan secara online nyatanya memiliki banyak sekali kesempatan bagi kita untuk belajar dari setiap hal yang kita lakukan, baik secara kita sadari maupun tidak.


Referensi : Gtedler, Margaret E. (2011). Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana






Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Sabtu, 14 September 2013

Tugas Kelompok - Teori Skinner

Tugas Kelompok

Teori Belajar – Skinner


Mengapa kelompok memilih teori Skinner ?
 Ada beberapa alasan yang membuat kelompok memilih teori ini, yaitu :
a.   Teori ini bersifat aplikatif dan sangat sering digunakan dan ditemui di kehidupan sehari-hari.
b.   Teori ini mudah dipahami.
c. Teori ini menjelaskan mengenai reinforcement serta punishment, dan pada kenyataannya kebanyakan orang menyukai reinforcement dan menghindari punisment.
d.   Di kehidupan sehari-hari, saat kita mengetahui adanya konsekuensi, maka kita akan termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
e.  Ketika kita dihargai, perilaku kita akan semakin diperkuat. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Skinner.
f.    Teori ini merupakan teori yang sangat sering dipelajari dari awal perkuliahan (semester 1 hingga semester akhir).

Nb : setelah mendiskusikan jawaban mengenai alasan, kelompok sepakat bahwa semua alasan yang diungkapkan merupakan hal yang disetujui oleh seluruh anggota kelompok.

Apa yang menjadi poin utama teori Skinner ? Kaitkan pula dengan alasan kelompok memilih teori ini !
 Ada 3 poin utama dari teori Skinner, yaitu :
a.       Adanya kesempatan dimana perilaku terjadi (timing)
b.      Perilaku (behavior)
c.       Konsekuensi dari perilaku (consequence)

Alasan kelompok memilih teori Skinner sejalan dengan poin utama dari teori tersebut. Kelompok berpendapat bahwa kecenderungan manusia berperilaku dikarenakan adanya konsekuensi atas perilakunya tersebut. Konsekuensi tersebut juga harus diberikan secara konsisten sehingga perilaku yang diinginkan akan menetap. Jika perilaku yang dilakukan dianggap baik, maka akan menghasilkan reinforcement positif sehingga perilaku tersebut dipertahankan. Begitu juga dengan perilaku yang dianggap tidak baik, maka akan menghasilkan punishment sehigga perilaku tersebut hilang.

Kaitkan hubungan antara teori Skinner dengan 3 keyakinan umum filsafat konstruktivis-sosial !

Di dalam teori Skinner, terdapat juga keyakinan umum filsafat konstruktivis-sosial. Dimana pengetahuan yag diartikan sebagai produk dari setting belajar, produk dari penelitian ataupun aktivitas tertentu terlihat dari perilaku yang dihasilkan. Dalam teori Skinner, perilaku merupakan produk dari proses belajar.

Belajar itu sendiri merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan. Pada teori Skinner, proses pengkondisian merupakan proses belajar pada individu. Pengkondisian tidak terjadi begitu saja. Pengkondisian tersebut dilakukan secara berulang-ulang sehingga menghasilkan perilaku yang menetap (habit) yang dapat diartikan sebagai produk dari proses belajar.

Lokus belajar tidak terbatas hanya pada pikiran individu, namun terjadi di komunitas partisipan dan didistribusikan diantara sesama partisipan. Begitu juga pada teori Skinner, dimana kita mendapatkan reward atau punishment melalui proses interaksi dengan orang lain. Dan ada distribusi dari individu luar (orang lain atau lingkungan) terhadap individu yang sedang melakukan proses belajar. 



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Minggu, 08 September 2013

Pengalaman "Belajar"

Akhirnya saya bertemu dengan tugas pertama mata kuliah Psikologi Belajar. Tugas yang cukup menarik menurut saya ^^. Mahasiswa diminta untuk menuliskan pengalaman yang berkenaan dengan teori yang ada pada materi yang akan kami pelajari minggu ini. Awalnya saya bingung mau membahas pengalaman tentang apa. 

Tapi, dengan semangat yang membara (lebay dikit -__-v) dan akhirnya saya menemukan titik terangnya :D
Bismillahirrahmanirrahim..

Begini ceritanya ~

Suatu hari tepatnya saat saya sedang berada di bangku sekolah menengah, kebetulan saya bersekolah di Boarding School (sekolah berasrama) dimana dari hari Minggu sore sampai Sabtu siang saya akan menghabiskan waktu berada di lingkungan sekolah sebagai rumah kedua bagi saya. Dan secara otomatis, saya tinggal di asrama bersama dengan teman-teman saya lainnya. Untuk asrama, seluruh siswa dibagi ke dalam 5 jenis asrama. Tiga buah asrama putri dan dua buah asrama putra. Nah, singkat cerita bahwa saya tinggal di salah satu asrama yang beranggotakan tiap-tiap kamar berkisar 3-4 orang. Saat naik ke kelas 2 sempat terjadi pertukaran anggota kamar sehingga saya mendapatkan teman kamar atau bahasa gaulnya roommate yang baru, sehingga saya dituntut untuk beradaptasi dengan orang-orang baru dimana kami akan menghabiskan waktu selama 2 tahun ke depan untuk tinggal di kamar yang sama. Sebenarnya dari 3 orang roommates saya ini, 2 diantaranya merupakan teman yang cukup dekat dengan saya, ditambah lagi saat kelas 1 kami bertiga berada di kelas yang sama sehingga tidak menjadi sesuatu yang sulit bagi saya untuk beradaptasi dengan mereka. Namun dengan teman yang 1 lagi (sebut saja Rina), saya benar-benar harus bekerja ekstra dalam beradaptasi dengannya. Dan mengenai kepribadiannya, dia memang anak yang introvert dan sulit bergaul dengan kami bertiga yang lebih cenderung extrovert dan ribut -__-

Pada awalnya saya merasa sedikit kesal dengan sikap Rina yang sangat cuek dan cuma berbicara seadanya saja. Saya merasa sering dicuekin. Ditambah lagi kedisiplinannya yang sangat mengagumkan, bayangkan saja, dia sudah bangun pagi pada pukul 04.00 untuk mandi, bersiap-siap ke musholla untuk sholat subuh berjamaah, setelah pulang sholat, Ia bersiap untuk ke ruang makan, dan tepat berada di kelas pukul 07.00 WIB. Sedangkan saya beserta 2 teman saya lainnya bangun sekitar pukul 05.00 dan mandi setelah pulang dari musholla. Hal lain yang membuat saya sering terdiam dan salah tingkah apabila saya menanyakan tentang pelajaran yang sangat saya tidak sukai (baca: Fisika), dia pasti hanya menjawab “baca aja sendiri dari buku” dengan nada datar dan tanpa ekspresi -_____-. Meskipun pada akhirnya dia tetap akan mengajari bagian yang saya tanyakan itu apabila melihat ekspresi muka saya sudah pasrah :")

Seiring berjalannya waktu yang kami habiskan bersama-sama sebagai roommates, rasa kesal saya kepada Rina menghilang. Saya mulai belajar untuk menerima Rina serta sifatnya yang bertolak belakang dengan saya. Saya juga mulai terbiasa dengan segala sikap dinginnya dan tidak lagi salah tingkah apabila dia bersikap cuek kepada saya dan rommates lainnya.

Dari pengalaman ini, saya mengalami proses belajar (learning) yaitu proses multisegi yang biasanya dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks. Aktivitas kognitif yang sering kita sebut belajar sangat berkaitan dengan 3 aspek unik dari kecerdasan manusia, yaitu:
1.     Manusia mampu mempelajari penemuan, penciptaan, dan ide-ide dari pemikiran besar dan ilmuwan besar di masa lampau (pengalaman yang diwariskan; Vygotsky, 1924/1979).
2.     Individu mampu mengembangkan pengetahuan tentang tempat dan kejadian yang belum pernah mereka alami secara personal melalui pengalaman milik orang lain (pengalaman sosial).
3.   Dan yang terakhir, manusia menyesuaikan lingkungan dengan diri mereka, tidak hanya beradaptasi dengan lingkungannya (pengalaman yang diulang).

Aktivitas kognitif yang saya lakukan mengenai sikap Rina terhadap saya dimulai dengan mengidentifikasi sifat-sifatnya yang saya pelajari dari pengamatan selama hidup bersama-sama dengannya. Kemudian dari identifikasi tersebut, saya mulai belajar untuk dapat beradaptasi dan terbiasa dengan sikapnya yang cenderung cuek.

Jika lebih dispesifikkan, maka teori Classical Conditioning cukup sesuai dengan proses belajar yang saya lakukan. Jadi, meskipun dia bersikap cuek terhadap saya, dikarenakan dia tetap membantu saya jika saya meminta pertolongannya, serta mengetahui bahwa sikapnya tersebut merupakan kepribadiannya, maka saya tidak kesal dan marah terhadapnya.

Begitulah pengalaman singkat saya saat SMA dulu, pada akhirnya saya dan seluruh roommates saya mampu menjalani kehidupan bersama-sama di asrama dan saling menerima sifat masing-masing pribadi meskipun berbeda satu sama lain. Dan tugas saya minggu inipun selesai. Tugas ini membuat saya semakin sadar bahwa di dunia ini kita tidak akan pernah lepas dari proses belajar agar menjadi seseorang yang lebih baik lagi dari waktu sebelumnya. Mungkin hal ini sejalan dengan quote berikut :

”Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Sedangkan orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan.” – Mario Teguh

Saya yakin ketika saya mau belajar, maka saya dapat melewati waktu ke waktu dengan lebih baik lagi. Keep spirit ^^
FIGHTING chingu-deul ~




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

TINJAUAN

TINJAUAN

Kekuatan manusia untuk mengubah dirinya sendiri, yakni untuk belajar, mungkin merupakan aspek yang paling mengesankan dari diri manusia (Thorndike, 1931, h.3)
           
Gunakan waktumu untuk meningkatkan diri dengan tulisan-tulisan orang lain, agar kamu bisa dengan mudah mendapatkan apa yang telah didapatkan orang lain dengan kerja keras. Kalimat tersebut mungkin dapat menjadi salah satu kalimat luar biasa yang membuat kita harusnya sadar bahwa belajar merupakan satu hal yang seharusnya tak henti kita lakukan demi menjadi manusia yang lebih baik dari waktu ke waktu, serta dapat membawa kita ke gerbang kesuksesan. Belajar. Sebuah kata yang layaknya tidak asing lagi kita dengarkan di kehidupan sehari-hari. Namun tahukah kita sesungguhnya apa itu yang dinamakan dengan belajar?

Belajar (learning) adalah proses multisegi yang biasanya dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks. Namun, kapasitas belajar merupakan karakteristik yang mampu membedakan manusia dengan makhluk lainnya (Goldberg, 2001). Aktivitas kognitif yang sering kita sebut belajar sangat berkaitan dengan 3 aspek unik dari kecerdasan manusia, yaitu:
1.      Manusia mampu mempelajari penemuan, penciptaan, dan ide-ide dari pemikiran besar dan ilmuwan besar di masa lampau (pengalaman yang diwariskan; Vygotsky, 1924/1979).
2.      Individu mampu mengembangkan pengetahuan tentang tempat dan kejadian yang belum pernah mereka alami secara personal melalui pengalaman milik orang lain (pengalaman sosial).
3.      Dan yang terakhir, manusia menyesuaikan lingkungan dengan diri mereka, tidak hanya beradaptasi dengan lingkungannya (pengalaman yang diulang).

Lalu, beberapa pertanyaanpun akhirnya muncul.

Apa Peran Belajar Dalam Kehidupan Sehari-Hari ?

Studi belajar bukanlah sekadar latihan akademik, tapi merupakan aspek penting baik bagi individu maupun masyarakat. Bagi individu, studi tentang belajar dapat menjelaskan tentang pemerolehan berbagai kemampuan dan keterampilan, tentang strategi untuk menjalankan peran di dunia. Dan juga, kapasitas untuk belajar terus-menerus dapat memperkaya dan meragamkan gaya hidup.
Belajar adalah penting bagi masyarakat. Seperti yang dicatat Vygotsky (1924/1979) yaitu bertujuan mempelajari tentang nilai, bahasa, dan perkembangan kultur-pengalaman yang diwariskan. Belajar juga merupakan basis untuk kemajuan masyarakat di masa depan. Perkembangan diciptakan oleh individu yang didasari oleh kemampuan belajar dan kapasitas mereka untuk menciptakan penemuan baru yang dilanjutkan dari generasi ke generasi. Dan bagi pemelajar (learner) dapat mengkonstruksi makna untuk diri mereka sendiri dan dari konteks dimana mereka tinggal.

Seperti Apa Upaya Prateoretis untuk Menjelaskan Tentang Belajar?

Setiap generasi mencari penjelasan tentang realitas masa di saat mereka hidup. Keterbatasan metode yang dimiliki pada masa itu akhirnya membuat pemahamanpun menjadi terbatas. Di zaman dahulu, lahirnya kepercayaan akan mitos-mitos mengenai dewa mungkin dapat menjadi contoh yang dapat menjelaskan pengaruh dari keterbatasan-keterbatasan tersebut. Akan tetapi, mitos-mitos tersebut tidak memajukan pengetahuan manusia tentang kerja aktual dari fenomena alam dan lingkungan sosial. Pada akhirnya, mitos-mitos tersebut pelan-pelan digantikan oleh kebijakan tradisional dan sistem keyakinan yang terstruktur atau sering disebut dengan filsafat. Kemudian riset dan teori menjadi metode untuk mencari informasi tentang belajar.

Kebijakan Tradisional
Pepatah, peribahasa, dan ungkapan populer yang berasal dari pengalaman hiduo adalah kebijakan tradisional. Akan tetapi, terkadang problem dalam ungkapan tersebut mungkin ditafsirkan secara berbeda-beda dan tidak mencukupi sebagai pedoman untuk praktik pendidikan.

Filsafat
Filsafat adalah keyakinan yang terstruktur. Filsafat dimulai dengan pertanyaan: Apakah hakikat dari realitas? Kemudian dengan menggunakan logika dan penalaran, sang filsuf mendefinisikan term kebenaran, kebajikan, pengetahuan, belajar, dsb. Salah satu filsuf yang sangat terkenal yaitu Plato telah menyusun gagasan pikiran mengenai “idealisme” sebagai basis realitas dalam filsafatnya. Sedangkan Aristoteles mengembangkan pendapat yang berbeda yang dikenal sebagai “realisme”. Namun sayangnya “idealisme” dan “realisme” tersebut kurang berpengaruh terhadap praktik pendidikan. Akan tetapi, di akhir abad ke-20 muncul filsafat baru yang cukup berpengaruh, yang dikenal dengan “konstruktivisme”.

Pertumbuhan Riset
Meski riset dunia fisik dimulai sejak tahun 1500-an, tetapi riset terhadap proses psikologis masih ketinggalan. Kejadian yang mengawali riset psikologis adalah munculnya konsep empirisme ilmiah dan konsep perubahan dalam kemunculan spesies yang diperkenalkan oleh Darwin dan dimulai di laboratorium Wundt. Pada tahun 1920-an, teori belajar awal mulai bermunculan untuk memberikan kerangka bagi riset.

Apa Kriteria untuk Teori Belajar?

Satu aspek penting dari evaluasi teori belajar adalah menentukan sejauh mana teori memenuhi 4 kriteria, 3 diantaranya mendeskripsikan komponen esensial dari suatu teori. Tujuan utama dari pengaplikasian kriteria tersebut adalah untuk menghindari teori yang hanya mengungkapkan pengetahuan umum yang sudah lama (van der Verr & Valsiber, 1991, h.2).

Kriteria
Clark Hull (1935), mengidentifikasi 3 kriteria untuk setiap teori yaitu:
1.      Seperangkat asumsi yang eksplisit yang merupakan keyakinan dasar teoretisi tentang suatu fenomena yang akan dibahas.
2.      Suatu teori harus mencakup definisi yang eksplisit tentang istilah penting.
3.     Membentuk tubuh teori. Menurut Hull (1935), asumsi dasar dan definisi membentuk kerangka teori. Langkah selanjutnya bagi teoretisi adalah menarik preposisi (prinsip) spesifik dari asumsi yang dapat diuji melalui riset.
4.   Dan yang hanya berlaku untuk teori belajar, teori harus dapat menjelaskan dinamika psikologis dasar dari kejadian yang mempengaruhi belajar.

Perbandingan dengan Sumber Pengetahuan Lain
Peran teori belajar berbeda dengan filsafat dan model pengajaran.

Perbedaan antara filsafat dan teori

Filsafat
Teori
Tujuan
Berfungsi sebagai sistem nilai umum
Mengidentifikasi kejadian dunia nyata yang diperlukan untuk belajar
Kriteria Proposisi
Harus secara logis konsisten dengan definisi realitas dan hakikat pengetahuan
Harus dapat diuji melalui riset; independen dari definisi pengetahuan
Hakikat Pernyataan tentang Belajar
Rekomendasi umum yang dapat ditafsirkan secara berbeda-beda
Prinsip belajar yang spesifik dan identifikasi peristiwa yang mendukung belajar

Apa Fungsi Teori Belajar?

Fungsi Umum
Fungsi umum teori belajar antara lain adalah:
1.      Sebagai kerangka riset.
2.      Memberikan kerangka organisasi untuk item-item informasi.
3.      Mengidentifikasi sifat dari peristiwa yang kompleks.
4.      Mengorganisasi pengalaman sebelumnya.
5.      Bertindak sebagai penjelasan kerja dari peristiwa.

Fungsi Khusus
Fungsi khusus teori belajar antara lain adalah:
1.      Sebagai pedoman perencanaan instruksi.
2.      Mengevaluasi produk untuk digunakan di keas dan praktik belajar langsung.
3.      Mendiagnosa problem dalam instruksi di kelas.
4.      Mengevaluasi riset berdasarkan teori.

Ada beberapa kejadian yang mempengaruhi perkembangan teori belajar, diantaranya adalah:
1.      Pergeseran dari laboratorium ke ruang kelas (1950-1975)
2.      Tumbuhnya psikologi kognitif (1975-1990)
3.      Tumbuhnya faktor pribadi, sosial, dan kultural dalam belajar (1980-sekarang)

Apa Itu Filsafat yang Disebut Konstruktivisme?

Konstruktivisme secara umum berfokus pada sifat pengetahuan, menyisihkan peran dari realitas eksternal dalam membentuk keyakinan (Phillips, 1997, h.85) sehingga memberikan peran yang besar pada proses sosial yang berfungsi sebagai kriteria untuk menentukan konten pengetahuan. Pandangan konstuktivis terhadap sifat atau hakikat pengetahuan ada perspektif konstruktivis-sosial karena proses sosial berperan penting menentukan pengetahuan. Ada dua variasi dari konstruktivisme namun subkelompok yang menimbulkan kontroversi terbesar dan mempengaruhi sifat sains dan pendidikan adalah aliran konstruktivisme sosial radikal (Phillips, 1997, 2000b; Slezak, 2000).

Konstruktivisme Sosial Radikal
Perspektif radikal ini mengatakan bahwa pengetahuan sepenuhnya dibentuk dari relasi sosial. Objek di alam bukan bagian dari realitas pra-eksistensi eternal. Manusia mengkonstruksi objek dalam penelitian mereka.

Kritik
Ada beberapa masalah di dalam konstruktivism sosial yang diidentifikasi oleh para sarjana, yaitu :
1.     Pendapat ini berada di luar studi sosiologis yang membahas efek dari fenomena sosial periferal (seperti politik instutisional) yang mengitari lahirnya ilmu pengetahuan (Slezak, 2000,h. 98).
2.   Konstruktivisme sosial radikal tidak menggunakan penalaran atau bukti fisik/ ilmiah sebagai kriteria untuk mengembangkan dan memverifikasikan teori (Matthews, 2000; Phillips, 1997, h.93; Slezak, 2000).

Dan ada 4 kritik terhadap konstruktivisme sosial radikal menyangkut implikasi terhadap pendidikan ilmiah, yaitu:
1.  Jika pengetahuan merupakan produk dari konvensi, maka ide-ide merefleksikan konformitas terhadap konsensus sosial.
2.   Tidak akan diperlukan usaha membahas pemikiran kritis independen, yang oleh banyak pihak dianggap penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat.
3.      Tidak akan ada basis untuk mengevaluasi kesalahan atau kemustahilan sebuah teori atau mengevaluasi teori yang menolak proses ilmiah.
4.   Menggunakan konsensus sebagai kriteria penerimaan ide akan memungkinkan ideologi atau kepentingan kelompok mendikte kebijakan pendidikan.
           
Apa itu Konstruktivisme Edukasional?

Ada 4 variasi kostruktivisme edukasional :
a.       Konstruktivisme pribadi atau individual
Merupakan pandangan radikal karena keyakinan dasarnya adalah realitas tidak dapat diakses oleh pengetahuan manusia (von Glaserfield, 1995). Konstruktivisme pribadi berasal dari teori perkembangan kognitif Jean Piaget.
b.      Konstruktivisme sosial
Konstruktivis sosial percaya bahwa pengetahuan adalah transaksional, dikonstruksi secara sosial, dan didistribusikan ke sesama partisipan. Apprenticeship (pemagangan) merupakan salah satu pendapat konstruktivis sosial dimana pengetahuan diletakkan dalam relasi antarpraktisi.
c.       Konstruktivisme filosofis
d.      Konstruktivisme afilosofis
Tidak memberikan asumsi tentang sifat pengetahuan.



Referensi : Gtedler, Margaret E. (2011). Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana



Jangan berhenti untuk mengejar ilmu dan terusnya belajar, berusaha, dan berkarya ^^

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer